Search

Minggu, 23 November 2008

Jasa Konstruksi Resmi Kena Pajak Final, Tahun 2009

Para pengusaha masih berusaha mengajukan keberatan

Pemerintah pantang surut semangat dalam menggali potensi penerimaan pajak dari para pengusaha jasa konstruksi. Setelah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) Usaha Jasa Konstruksi, pemerintah sudah menerbitkan aturan turunannya.

Direktur Perpajakan II Direktorat Jenderal Pajak Djonifar Abdul Fatah menyatakan, aturan teknis buat para pengusaha jasa konstruksi itu ialah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 187/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelapora, dan Penatausahaan Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan Usaha Jasa Konstruksi. Peraturan tersebut terbit Kamis, 20 November 2008 kemarin.

Dengan beleid dari Menteri Keuangan itu, Direktorat Jenderal Pajak pun akan menggali pajak dari para pengusaha jasa konstruksi lebih mudah. "Kami telah menerima masukan dari para pengusaha, dan pelaksanaannya seperti apa yang tertulis di PMK ini," ujar Djonifar kepada KONTAN, Jumat (21/11).

Dalam PMK itu, pemerintah mengenakan PPh berdasarkan peraturan yang lama, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 140 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi terhadap kontrak jasa konstruksi yang ditandatangani sampai dengan 31 Desember 2008. Artinya, masih berlaku tarif PPh Badan.

Sedangkan untuk kontrak setelah tanggal 31 Desember 2008, pemerintah akan mengenakan PPh berdasarkan PP Nomor 51 Tahun 2008 yang memberlakukan tarif PPh final.

Nah, bagi perusahaan jasa konstruksi yang telah menyetor PPh berdasarkan PP yang lama, PMK ini menyatakan pembayaran tersebut dapat dipindahbukukan menjadi PPh final dengan taif baru seperti diatur dalam PP Nomor 51/2008. Pemindahbukuan itu paling lambat satu bulan setelah PMK ini terbit.

Tarif PPh final yang berlaku bagi jasa konstruksi mulai 2% hingga 6%. Tarif 2 % berlaku untuk penyedia jasa konstruksi golongan usaha kecil. Sedangkan bagi usaha berskala menengah dan besar, tarif PPh final sebesar 3%. Namun, bagi usaha skala menengah dan besar yang belum mengantongi sertifikasi usaha akan terkena tarif 4%.

Untuk kegiatan jasa perencanaan dan pengawasan konstruksi, mereka yang bersertifikat usaha terkena tarif PPh 4%. Sedangkan tarif tertinggi sebesar 6%, berlaku bagi penyedia jasa perencanaan dan pengawasan yang tidak bersertifikat.

Pengusaha berkeberatan

Para pengusaha jasa konstruksi masih berusaha untuk berargumentasi. Sebagian dari pengusaha jasa konstruksi masih menolak peraturan ini. Saat PP Nomor 51 Tahun 2008 terbit Juli lalu mereka pun sudah berkeberatan. Sekarang saat PMK yang memuat peraturan teknis terbit, mereka juga belum berubah sikap. "Peraturan ini kurang adil, apalagi dalam kondisi krisis seperti sekarang," kata Direktur PT Adhi Karya Tbk Indradjaja Manopol.

Indradjaja menilai aturan ini tidak tidak memperhitungkan kerugian pengusaha jasa konstruksi setelah selesai mengerjakan proyek. "Dengan peraturan ini, baik rugi atau untung semua akan kena pajak yang sama," sambung Indradjaja.

Direktur Keuangan PT Wijaya Karya Tbk Ganda Kusuma setuju dengan Indradjaja. "Kalau ada revisi, ya, kami terima kasih sekali. Kalau tidak, ya, mau apa lagi," ucap Ganda, pasrah.

dikutip dari Harian Kontan, 22 Nopember 2008

Tidak ada komentar: