Search

Minggu, 23 November 2008

Sunset Policy Layak Diperpanjang



Upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak melalui program sunset policy layak diperpanjang hingga akhir 2009. Selain kebijakan tersebut belum tersosialisasi secara merata, dunia usaha kini tengah kesulitan likuiditas. Program sunset policy terbukti mampu meningkatkan penerimaan negara secara signifikan. Semakin banyak wajib pajak (WP) yang terdorong untuk mendaftarkan diri guna memperoleh nomor pokok wajib pajak (NPWP).

Melalui sunset policy, pemerintah menyatakan yakin program itu akan meringankan WP untuk memperoleh NPWP dan pembetulan SPT, sehingga penerimaan negara meningkat secara cukup signifikan Dengan kebijakan tersebut banyak masyarakat yang mendaftarkan diri sebagai WP, yang pada gilirannya berdampak pada penerimaan pajak.

Dengan kebijakan ini, pemerintah mengharapkan munculnya kesadaran WP untuk mendukung program pembangunan pemerintah melalui pembayaran pajak yang sesuai ketentuan. Artinya, pemerintah berusaha membangun kepercayaan masyarakat melalui modifikasi kebijakan dan modernisasi teknologi informasi guna meningkatkan pelayanan, sehingga target penerimaan pajak mencapai sasaran.

Perpanjangan Waktu

Saat mendengarkan arahan aparat Direktorat Jenderal Pa-jak (DJP) tentang program sunset policy. Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) sampai pada suatu pemikiran, yakni meminta pemerintah memperpanjang program sunset policy yang akan segera berakhir pada 31 Desember 2008, menjadi 31 Juli 2009. Atau setidaknya diperpanjang hingga akhir Juli 2009.

Permintaan ini tak berlebihan, karena jauh lebih fair daripada pemerintah hanya menimpakan kesalahan kepada para WP. Apalagi Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta kabarnya juga mendukung langkah perpanjangan waktu pelaksanaan sunset policy. Alasannya jelas, agar sektor riil bisa bergerak sesuai harapan dalam kondisi krisis likuidasi saat ini. Apalagi saat ini, pemerintah dipastikan tidak akan menambah jumlah stimulus sektor riil dari rencana awal sebesar Rp 10 triliun.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR Oily Dondokam-bey yang menyatakan akan berupaya menengahi usulan dunia usaha untuk memperpanjang sunset policy sebagai langkah antisipasi menghadapi krisis likuiditas saat ini. Permintaan untuk memperpanjang pelaksanaan sunsetpolicy semata demi mendukung bergeraknya sektor riil. Selain demi sektor riil, permintaan perpanjangan sunset policy juga berangkat dari beberapa argumentasi, antara lain pertama, bukankah pemerintah melahirkan kebijakan itu benar-benar dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada WP agarlebih terbuka dan menjadi awal terciptanya mutual trust antara WP dan fiskus? Ataukah memang hanya sekadar memenuhi kewajiban formal pemerintah dalam memenuhi ketentuan pasal 37A UU No 28 Tahun 2007, dan menjadi alat represif terhadap WP di kemudian hari?

Kedua, jika DJP menyatakan sunset policy tidak bisa diperpanjang karena akan melanggar UU KUP, seha-rusnya kekhawatiran itu tidak perlu terjadi. Karena, pasal 37A belum menjelaskan secara rinci bagaimana seharusnya sunset policy dilaksanakan.

Dengan demikian, penghitungan satu tahun seharusnya dihitung sejak peraturan pelaksana sunset policy (pasal 37A) diterbitkan, bukan sejak UU KUP No 28 Tahun 2007 berlaku. Selain itu, pemerintah juga tidak boleh membebankan kesalahannya kepada WP, sebab realitasnya WP baru mengetahui kebijakan itu pada Agustus lalu.

Ketiga, pemahaman tentang pajak seharusnya tidak dipahami secara formalistik saja, sebab pemungutan pajak berada dalam dimensi yang sangat dinamis. Karena itu, pemerintah seharusnya- lebih realistis dengan kondisi eksternal yang memengaruhi pemungutan pajak.

Pemerintah Tetap Untung

Jika kita melihat perspektif ekonomi secara lebih makro, seharusnya jika WP diperkenankan mengangsur utang pajak dalam sunset policy, maka WP tetap bisa leluasa dalam cashflow untuk menjalankan aktivitas usahanya. Dengan demikian, pemerintah juga tetap mendapat keuntungan dari penerimaan PPh, PPN, PPh pasal 21 maupun pajak-pajak lainnyayang terkait.

Hanya, sekali lagi, pemerintah harus memperjelas lagi apakah kebijakan ini bertujuan untuk lebih terbuka kepada WP dan menjadi awal terciptanya mutual trust antara WP dan fiskus? Ataukah hanya menjadi kewajiban formal untuk memenuhi ketentuan pasal 37A UU No 28 Tahun 2007, dan kemudian menjadi alat represif WP di kemudian hari?

Soal kekhawatiran Dirjen Pajak bahwa perpanjangan waktu akan melanggar UU KUP, itu adalah sesuatu yang berlebihan, karena pasal 37A belum menjelaskan secara rinci bagaimana pelaksanaannya. Apalagi, peraturan pelaksanaannya baru terbit 31 Juli 2008, dan WP sendiri baru mengetahui program itu pada Agustus 2008. DJP sendiri baru gencar mempromosikan kebijakan tersebut pada September 2008.

Di sini, dunia usaha sangat berharap agar pemungutan pajak seharusnya dipahami secara dinamis, bukan secara formal saja. Karena itu, pemerintah sebaiknya tidak memaksakan diri untuk menutup pelaksanaan sunset policy, karena hal itu akan mengurangi produksi dari dunia usaha. Apalagi, karena tidak mempunyai dana, WP akhirnya tidak bisa memanfaatkan sunset policy.

dikutip dari Investor Daily Indonesia, 17 Nopember 2008

Jasa Konstruksi Resmi Kena Pajak Final, Tahun 2009

Para pengusaha masih berusaha mengajukan keberatan

Pemerintah pantang surut semangat dalam menggali potensi penerimaan pajak dari para pengusaha jasa konstruksi. Setelah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh) Usaha Jasa Konstruksi, pemerintah sudah menerbitkan aturan turunannya.

Direktur Perpajakan II Direktorat Jenderal Pajak Djonifar Abdul Fatah menyatakan, aturan teknis buat para pengusaha jasa konstruksi itu ialah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 187/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelapora, dan Penatausahaan Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan Usaha Jasa Konstruksi. Peraturan tersebut terbit Kamis, 20 November 2008 kemarin.

Dengan beleid dari Menteri Keuangan itu, Direktorat Jenderal Pajak pun akan menggali pajak dari para pengusaha jasa konstruksi lebih mudah. "Kami telah menerima masukan dari para pengusaha, dan pelaksanaannya seperti apa yang tertulis di PMK ini," ujar Djonifar kepada KONTAN, Jumat (21/11).

Dalam PMK itu, pemerintah mengenakan PPh berdasarkan peraturan yang lama, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 140 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi terhadap kontrak jasa konstruksi yang ditandatangani sampai dengan 31 Desember 2008. Artinya, masih berlaku tarif PPh Badan.

Sedangkan untuk kontrak setelah tanggal 31 Desember 2008, pemerintah akan mengenakan PPh berdasarkan PP Nomor 51 Tahun 2008 yang memberlakukan tarif PPh final.

Nah, bagi perusahaan jasa konstruksi yang telah menyetor PPh berdasarkan PP yang lama, PMK ini menyatakan pembayaran tersebut dapat dipindahbukukan menjadi PPh final dengan taif baru seperti diatur dalam PP Nomor 51/2008. Pemindahbukuan itu paling lambat satu bulan setelah PMK ini terbit.

Tarif PPh final yang berlaku bagi jasa konstruksi mulai 2% hingga 6%. Tarif 2 % berlaku untuk penyedia jasa konstruksi golongan usaha kecil. Sedangkan bagi usaha berskala menengah dan besar, tarif PPh final sebesar 3%. Namun, bagi usaha skala menengah dan besar yang belum mengantongi sertifikasi usaha akan terkena tarif 4%.

Untuk kegiatan jasa perencanaan dan pengawasan konstruksi, mereka yang bersertifikat usaha terkena tarif PPh 4%. Sedangkan tarif tertinggi sebesar 6%, berlaku bagi penyedia jasa perencanaan dan pengawasan yang tidak bersertifikat.

Pengusaha berkeberatan

Para pengusaha jasa konstruksi masih berusaha untuk berargumentasi. Sebagian dari pengusaha jasa konstruksi masih menolak peraturan ini. Saat PP Nomor 51 Tahun 2008 terbit Juli lalu mereka pun sudah berkeberatan. Sekarang saat PMK yang memuat peraturan teknis terbit, mereka juga belum berubah sikap. "Peraturan ini kurang adil, apalagi dalam kondisi krisis seperti sekarang," kata Direktur PT Adhi Karya Tbk Indradjaja Manopol.

Indradjaja menilai aturan ini tidak tidak memperhitungkan kerugian pengusaha jasa konstruksi setelah selesai mengerjakan proyek. "Dengan peraturan ini, baik rugi atau untung semua akan kena pajak yang sama," sambung Indradjaja.

Direktur Keuangan PT Wijaya Karya Tbk Ganda Kusuma setuju dengan Indradjaja. "Kalau ada revisi, ya, kami terima kasih sekali. Kalau tidak, ya, mau apa lagi," ucap Ganda, pasrah.

dikutip dari Harian Kontan, 22 Nopember 2008

Jumat, 25 Juli 2008

Lokakarya PPh 21 Sehari

LOKAKARYA PERPAJAKAN APLIKATIF SEHARI

“ MENGUNGKAP FAKTA MENYIBAK MITOS PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 SECARA GROSS UP”

(FREE SOFTWARE PPh 21 SIAP PAKAI FULL VERSION *) )

Mitos

1. PPh 21 Gross Up pasti menguntungkan bagi perusahaan.

2. PPh 21 Gross Up harus dihitung dengan software mahal.

3. PPh 21 Gross Up memakai formula yang dirahasiakan.

4. PPh 21 Mixed Gross Up tidak bisa dihitung dengan mudah.

Fakta:

1. PPh 21 Gross Up belum pasti menguntungkan bagi perusahaan.

2. PPh 21 Gross Up tidak harus dihitung dengan software mahal

3. PPh 21 Gross Up tidak memakai formula

4. PPh 21 Mixed Gross Up bisa dihitung dengan mudah

Materi :

  1. Dasar teori penghitungan PPh 21
  2. Tax Planning PPh 21
  3. Penghitungan PPh 21 dengan metode gross up/non gross up dengan MS Excel tanpa rumus
  4. Tata cara Pengisian SPT Masa PPh 21
  5. Studi Kasus Pengisian SPT PPh 21
  6. Praktek penghitungan PPh 21 dengan software PPh 21

Fasilitas:

- Makan Siang dan cofee break

- Hand out materi, sertifikat

- CD yang berisi :

o Software PPh 21 Full Version (Gross up/Nett/Mixed)

o Materi Lokakarya, Jagoan Accounting Software (Trial Version)

TANGGAL : 20 Agustus 2008

PUKUL : 08.30-17.00 WIB

TEMPAT : Hotel Santika Surabaya, Jl.Pandegiling 45 Surabaya

Pemateri : Tim Konsultan PrimaryCons bersertifikat konsultan pajak

Peserta:

Direktur, Finance Controllers, Managers, Supervisors, Staff, Konsultan, Accountant, Tax Specialist, Pemerhati masalah perpajakan, mahasiswa, dll

Investasi:

Hanya Rp. 499.000,- (termasuk pembelian software PPh 21 full version seharga Rp.1.750.000,-). Untuk efektifitas pelatihan, maka peserta dibatasi sampai dengan 50 orang saja.

GET SPECIAL DISCOUNT!, CALL US FOR MORE INFORMATION!

Pendaftaran :

PrimaryCons Training Center :

Lia/Wahyu: 031-8708184, 031-71648010-11, SMS 0878-5100 8812, 0878-5100 8816

*) Lisensi software khusus diberikan kepada peserta pribadi atau perusahaan yang diwakili peserta lokakarya,hubungi kami untuk penambahan lisensi dan informasi lain lebih lanjut.