Search

Kamis, 10 Januari 2008

INVESTASI DALAM BENTUK BANGUN-GUNA-SERAH (BUILD, OPERATE, AND TRANSFER)

BOT

Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu, berdasrkan pertimbangan praktis dan sesuai kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu tersebut.
Mengenai perlakuan PPh terhadap pihak-pihak yang melakukan kerjasama dalam bentuk perjanjian Bangun-Guna-Serah (Build, Operate, and Transfer) diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 248/KMK.04/1995 tanggal 2 Juni 1995 jo Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-38/PJ.4/1995 tanggal 14 Juli 1995 sebagai berikut:

1. Bangun-Guna-Serah (Build, Operate, and Transfer) adalah:
Í Bentuk perjanjian kerja sama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor;
Í Yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah (BOT);
Í Dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah masa BOT berakhir.
Í Bangunan yang didirikan investor dapat berupa: gedung perkantoran, apartemen, pusat perbelanjaan, rumah toko, hotel, atau bangunan lainnya.

2. Pihak-pihak yang melakukan perjanjian BOT adalah:
Í Investor yang diberikan hak untuk mendirikan bangunan dan mengunakan atau mengusahakan bangunan tersebut selama masa BOT;
Í Pemegang hak atas tanah yang memberikan hak kepada investor.

3. Penghasilan Bagi Investor
Penghasilan investor sehubungan dengan perjanjian BOT adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh investor dari pengusahaan bangunan yang didirikan antara lain:
Í Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
Í Penghasilan sehubungan dengan hak pengusahaan bangunan seperti penghasilan dari pengusahaan hotel, pusat fasilitas olah raga, dan lain-lain;
Í Penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh dari pemegang hak atas tanah apabila masa perjanjian BOT diperpendek dari masa yang telah ditentukan.

4. Biaya Bagi Investor:
Í Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto bagi investor adalah biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dengan memperhatikan Pasal 9 ayat (1) UU PPh, berkenaan dengan pengusahaan bangunan yang didirikan berdasarkan perjanjian BOT tersebut;
Í Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh investor untuk mendirikan bangunan merupakan nilai perolehan investor untuk mendapatkan hak menggunakan/ mengusahakan bangunan tersebut, dan nilai perolehan tersebut oleh investor diamortisasi dalam jumlah yang sama besar setiap tahun (metode garis lurus) selama masa perjanjian BOT.

Contoh 1:
Investor PT BRILIAN mendirikan bangunan Ruko di atas tanah milik PT ABYAN berdasarkan perjanjian BOT dengan biaya Rp 30.000.000.000,00 untuk masa selama 15 tahun.
Amortisasi yang dilakukan oleh PT BRILIAN setiap tahun adalah sebesar:
Rp 30.000.000.000,00 : 15 = Rp 2.000.000.000,00

Í Apabila masa perjanjian BOT menjadi lebih pendek dari masa yang telah ditentukan dalam perjanjian, maka sisa biaya pembangunan yang belum diamortisasi, diamortisasi sekaligus oleh investor pada tahun berakhirnya masa BOT yang lebih pendek tersebut.

Contoh 2:
Berdasarkan contoh 1 di atas, PT BRILIAN pada akhir tahun ke-12 menyerahkan bangunan kepada PT ABYAN.
Dengan diperpendeknya masa perjanjian tersebut, kepada PT BRILIAN diberikan imbalan oleh PT ABYAN sebesar Rp 5.000.000.000,00
Pada akhir tahun ke-12 (tahun berakhirnya masa perjanjian BOT), PT BRILIAN memperoleh tambahan penghasilan sebesar Rp 5.000.000.000,00 dan berhak atas tambahan amortisasi sebesar:
Rp 30.000.000.000,00 – (12 x Rp 2.000.000.000,00) = Rp 6.000.000.000,00

Í Apabila masa perjanjian BOT menjadi lebih panjang dari masa yang telah ditentukan dalam perjanjian karena adanya penambahan bangunan, maka biaya penambahan tersebut ditambahkan dengan sisa biaya pembangunan yang belum diamortisasi, dan oleh investor jumlah tersebut diamortisasi hingga berakirnya masa BOT yang lebih panjang tersebut.

Contoh 3:
Berdasarkan contoh 1 di atas, PT BRILIAN pada akhir tahun ke-11 menambah bangunan dengan biaya Rp 20.000.000.000,00 dan masa BOT diperpanjang 5 tahun sehingga menjadi 20 tahun.
Penghitungan amortisasi PT BRILIAN mulai tahun ke-11 adalah sebagai berikut:
Sisa yang belum diamortisasi pada awal tahun ke-11 Rp 10.000.000.000,00
Nilai perolehan penambahan bangunan Rp 20.000.000.000,00
Dasar amortisasi yang baru Rp 30.000.000.000,00
Masa Amortisasi adalah 10 tahun (20 tahun-10 tahun)

Amortisasi setiap tahun mulai tahun ke-11 adalah:
Rp 30.000.000.000,00 : 10 = Rp 3.000.000.000,00

Í Amortisasi biaya mendirikan bangunan dimulai pada bulan bangunan tersebut digunakan/diusahakan. Apabila pembangunan tersebut meliputi masa lebih dari 1 tahun sebelum dapat digunakan/diusahakan, maka biaya yang telah dikeluarkan harus dikapitalisasi.

5. Penghasilan Bagi Pemegang Hak Atas Tanah.
Í Penghasilan yang diterima/diperoleh pemegang hak atas tanah selama masa BOT merupakan Obyek PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh.
Í Penghasilan yang diterima/diperoleh pemegang hak atas tanah sehubungan dengan perjanjian BOT dapat berupa:
a) Pembayaran berkala yang dilakukan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah dalam atau selama masa BOT;
b) Bagian dari uang sewa bangunan;
c) Bagian keuntungan dari pengusahaan bangunan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh investor;
d) Penghasilan lainnya sehubungan dengan perjanjian bangun guna serah yang diterima atau diperoleh pemegang hak atas tanah.
Í Dalam hal bangunan yang didirikan oleh investor tidak seluruhnya menjadi hak investor tetapi sebagian diserahkan kepada pemegang hak atas tanah, maka bagian bangunan yang diserahkan oleh investor merupakan penghasilan bagi pemegang hak atas tanah dalam tahun pajak yang bersangkutan. Atas penyerahan tersebut terutang PPh sebesar 5% dari jumlah bruto nilai yang tertinggi antara nilai pasar dengan nilai jual obyek pajak (NJOP) bagian bangunan yang diserahkan sebagaimana dimaksud dam UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1994, dan harus dilunasi oleh pemegang hak atas tanah selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah setelah penyerahan.
Í Bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah setelah masa perjanjian BOT berakhir adalah merupakan Obyek PPh berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU PPh. Nilai perolehan atas bangunan yang diterima dari investor adalah sebesar nilai pasar atau NJOP yang merupakan dasr pengenaan PPh. Atas penyerahan tersebut terutang PPh sebesar 5% dari jumlah bruto nilai yang tertinggi antara nilai pasar dengan nilai jual obyek pajak (NJOP) bagian bangunan yang diserahkan sebagaimana dimaksud dam UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 1994, dan harus dilunasi oleh pemegang hak atas tanah selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah setelah penyerahan.
Í Pembayaran PPh sebesar 5% yang dilakukan oleh pemegang hak atas tanah atas penyerahan bangunan yang dilakukan oleh investor bagi WP orang pribadi bersifat final dan bagi WP Badan merupakan pembayaran PPh Pasal 25 yang dapat diperhitungkan dengan PPh terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.
Í Dikecualikan dari pengenaan PPh sebesar 5% apabila pemegang hak atas tanah adalah badan pemerintah.
Í Nilai bangunan yang diterima oleh pemegang hak atas tanah merupakan nilai perolehan bangunan apabila bangunan tersebut dialihkan kepada pihak lain.

6. Biaya Bagi Pemegang Hak Atas Tanah.
Í Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto bagi pemegang hak atas tanah adalah biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dengan memperhatikan Pasal 9 ayat (1) UU PPh.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Terima kasih atas informasinya. Sangat berguna sekali cz menambah pengetahuan di bidang perpajakn. Saya cukup kesulitan mencari buku yang membahas secara detail mengenai BOT. Terima kasih